Cari Blog Ini

Pengunjung

Pengikut

Minggu, 28 Februari 2021

Fraud Dalam Perspektif Islam

 Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 219
Fraud dalam Perspektif Islam
Safuan1*, Ismartaya2, Budiandru3
Universitas Jayabaya, Universitas Djuanda, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
safuan@jayabaya.ac.id, ismartaya@unida.ac.id, budiandru@uhamka.ac.id.
*Corresponding Author
Submitted: October 26, 2020
Accepted: January 18, 2021
Published: February 8, 2021
ABSTRACT
Islam regulates all the problems of its people, one of which is regulated by Islam, namely the
relationship between humans. This study aims to try to reveal how cheating or cheating behavior
is in an Islamic perspective. The investigation technique used in this study is a qualitative method
with a literature review approach where the researcher collects some literature from both
international and national journals. The data taken from these journals are then used as study
material in writing this research. The results of the study illustrate that Islam has provided clues
or signs of cheating or fraudulent behavior through the Koran and Hadith. From the results of the
study, it is known that Islam has regulated all the problems of its people, especially the problem of
fraud, Islam forbids its followers to do this. In addition, this research reveals that the practice of
deception or what is known as cheating has existed for centuries, and Islam has clearly and
emphatically provided a picture of how fraud occurs and how the impact of punishment on its
followers. This research is also expected to contribute to knowledge related to fraud or fraudulent
practices as well as a contribution to enlightenment for society.
Keywords: fraud; hadis; Islam; Qur'an.
PENDAHULUAN
Berbicara terkait permasalahan fraud atau kecurangan tidak lepas dari perilaku masyarakat
suatu negara yang diukur dalam indeks korupsi global. Tercatat dalam indeks tersebut, Negaranegara
yang berpenduduk mayoritas beragama Islam masuk di dalam negara yang masuk dalam
peringkat yang tertinggi dari daftar 180 negara. Menurut tranparency.org tercatat Somalia, Sudan
Selatan, Suriah, Yaman, Sudan dan Libia masuk dalam kisaran peringkat 170 - 180 dari 180 negara
dengan skor terendah yang berarti tingkat korupsi di negara tersebut cukup tinggi. Lalu bagaimana
dengan Indonesia yang merupakan jumlah penduduknya mayoritas Islam?, masih menurut
tranparency.org Indonesia berada di peringkat 102 dari 180 negara sehingga dapat disimpulkan
bahwa tingkat korupsi di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan Malaysia yang berada
di peringkat 57 dan Brunei Darussalam yang berada di peringkat 35. Bagi Indonesia peringkat
tersebut menjadi indikasi perlunya upaya yang sangat kuat baik dari pemerintah maupun
masyarakat untuk bahu membahu memberantas budaya korupsi ini secara bersama.
Fraud/korupsi merupakan bentuk tindakan curang yang bertujuan untuk memperoleh sesuatu
yang bukan menjadi haknya untuk kepentingan baik individu maupun kelompok. Fraud ini bukan
merupakan respresentasi dari agama tertentu yang dianut oleh pelakunya, semua agama tidak
pernah mengajarkan perbuatan nista seperti itu. Namun, penggambaran media massa baik cetak,
elektronik maupun digital terhadap pelaku fraud/korupsi yang selalu dikaitkan dengan agama
tertentu khususnya Islam. Hal ini perlu mendapatkan pencerahan khususnya untuk masyarakat yang
sudah terlanjur kurang mendapatkan informasi yang objektif terkait hal ini. Perlu ada informasi
yang bersifat objektif yang diberikan sehingga informasi yang diterima dapat berimbang bahkan
dapat mencerahkan sehingga stigma negatif terhadap pelaku fraud/korupsi tidak dikaitkan dengan
agama pelakunya terutama Islam, namun berpulang ke tabiat dari pelaku itu sendiri.
Penelitian terkait fraud dalam presfektif Islam masih sangat jarang diungkapnya secara utuh,
banyak jurnal-jurnal baik innternasional maupun nasional yang mengungkapkan fraud dalam
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 220
presfektif secara umum dan jikalau mengambil atau mengungkapkan fraud dari segi Islam hanya
mengambil sebagian saja. Untuk itu perlu dilakukan kajian secara menyeluruh terkait fraud dalam
perfektif Islam, dan jurnal ini mencoba untuk mengkaji hal tersebut.
STUDI LITERATUR
Agama Islam merupakan agama yang sempurna, sebagaimana ditegaskan dalam Surah Al-
Maidah’/5:3 sebagai berikut,
ٱ يَۡ ل وۡمَ أَكۡمَلتُۡ لَكُم دِينَكُۡم
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu”
Ayat di atas, menegaskan bahwa umat Islam tidak boleh menambah atau mengurangi ajaran
Islam karena telah sempurna (Jawas, 2007). Islam telah mengatur semua permasalahan umatnya.
Dalam Islam ada 2 (dua) rujukan yang menjadi pedoman hidup umat Islam yaitu Al-Quran dan
Hadist. Hal ini telah ditegaskan dalam Surah Al-Baqarah’/2:231 sebagai berikut,
وَٱ كذُۡرُواْ نِعۡمَتَ ٱللَّهِ عَلَۡيكُم وَمَۡا أَنزَلَ عَلَۡيكُم مِّنَ ٱ كِلۡتبَِۡ وَٱ حلِۡكۡمَةِ يَعِظُكُم بِهِۡۡ
“Dan ingatlah ni'mat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu yaitu Al
Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang
diturunkan-Nya itu.”
Selain ayat di atas, Allah Ta’ala juga mengabarkan hal serupa dalam Surah An-Nisa/4:113
sebagai berikut,
ٱللَّهُ عَلَيكَۡ ٱ كِلۡتبََۡ وَٱ حلِۡكۡمَةَ وَعَلَّمَكَ مَا لَم تَكُن تَعۡلَم وَأَنزَلَ
“Dan (juga karena) Allah telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan telah
mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui.”
Kata Hikmah yang tercantum dalam ayat-ayat di atas maksudnya adalah Hadist atau Sunnah,
Surah Al-Ahzab/33:34 menjelaskan hal tersebut sebagai berikut
وَٱ كذُۡرۡنَ مَا يُۡتلَىۡ فِي بُيُوتِكُنَّ مِنۡ ءَايتَِۡ ٱللَّهِ وَٱ حلِۡكۡمَةِۡ
“Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah
nabimu).”
Yang dimaksud Hikmah pada ayat di atas adalah hadist atau sunnah (Al-Hilali, 2011). Dua
rujukan tersebut menjadi pegangan umat Islam dalam menjalani aktifitas kesehariannya. Karena
dalam keyakinan umat Islam, agama tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Islam
mengatur keseluruhan kehidupan melalui Al-Quran sebagaimana tercantum pada An-Nahl ayat 89;
وَنَزَّۡلنَا عَلَيكَۡ ٱ كِلۡتبََۡ تِبيۡنَۡ اۡ لِّكُلِّ شَيۡء وَهُد ىۡ وَرَحۡمَة وَبُشۡرَىۡ لِلمُۡسۡلِمِينَ
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Dengan demikian Al-Quran merupakan petunjuk yang mengalahkan hasil cipta, pemikiran dan
perundangan buatan manusia. (Musthafa, 2013). Islam mengatur hubungan antara manusia dengan
Rabb-nya dan juga mengatur hubungan sesama mahluk. Dalam hal hubungan dengan manusia,
Islam melarang perbuatan curang, hal ini ditegaskan dalam surah Al-Muthaffifin/83:1 sebagai
berikut
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 221
وَيلۡ لِّۡلمُطَفِّفِينَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.”
Ayat di atas, merupakan realita yang banyak dilakukan pedagang untuk mengambil untung yang
besar dengan melakukan kecurangan dalam timbangan (Tuasikal, 2014). Dari penjelasan di atas,
penulis merasa perlu untuk menggali terkait fraud atau kecurangan dalam perspektif Islam.
Fraud dilihat dari prespektif umum
Fraud dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dapat diartikan kecurangan, dimana
kecurangan berasal dari kata curang yang dapat diartikan tidak jujur atau tidak lurus hati serta tidak
adil, sedangkan mencurangi dapat diartikan berbuat curang terhadap seseorang atau menipu serta
mengakali. Sedangkan kecurangan dapat diartikan perihal curang atau perbuatan yang curang atau
ketidakjujuran serta keculasan. (KKBI, 2018).
Fraud is an act committed by individuals or groups which will harm people , organizations or
companies by taking advantage of fabric for private and group benefits (Safuan, 2018).
Dapat dikatakan bahwa fraud adalah tindakan yang dikerjakan oleh individu ataupun kelompok
yang berdampak merugikan antara lain orang, organisasi, atau perusahaan dengan modus
mengambil keuntungan berupa materi untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Fraud can involve any criminality for gain that uses deception as its fundamental modus
operandus (ACFE, 2004). Fraud bisa mencakup kejahatan apapun untuk keuntungan yang
menggunakan penipuan sebagai modus operandus utamanya.
Fraud secara istilah dapat dikatakan sebagai bentuk kecurangan atau penipuan yang bertujuan
memperoleh keuntungan secara material dan non material. (Yurmaini, 2017). Fraud merupakan
tindakan berlawanan dengan kebenaran dan sengaja dilakukan demi mendapatkan sesuatu yang
bukan merupakan hak oknum tersebut sehingga berakibat merugikan orang lain (Alfian, 2016).
Jenis-jenis Fraud
ACFE (the Association of Certified Fraud Examiners) menyatakan bahwa Fraud is split into 3
(three) typologies of action:
1. Asset Misappropriation includes the stealing or misappropriation of company's assets or
property or other party. are often "this is often a sort of fraud that's most easily detected
because it's tangible or the worth can be defined. (Defined value);
2. Fraudulent Statement include actions committed by a politician or executive of a corporation
or agency to hide the financial conditions by doing financial engineering in financial
statements to get benefit (window dressing);
3. Corruption. this is often the foremost difficult sort of fraud to detect because it involves
cooperation with other parties like bribery and corruption, which is that the commonest fraud
that happens in developing countries during which enforcement is weak and still lacks
awareness of excellent governance in order that the factor of integrity remains questionable.
this type of fraud usually can't be detected because the parties work together to require benefits
(symbiosis mutualism). Conflict of interest, bribery, illegal gratuities, and economic extortion
are included here. (Purnamasari & Amaliah, 2015).
Dari pernyataan di atas, fraud atau kecurangan terbagi menjadi 3 bagian yaitu fraud terkait 1)
Aset, 2) Laporan Keuangan, 3) Korupsi (Corruption). Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
fraud terkiat aset termasuk pencurian dan penyalahgunaan aset perusahaan, fraud jenis ini sangat
mudah di deteksi dikarenakan aset tersebut jelas dan nilainya juga dapat diperkirakan. Sedangkan
fraud terkait laporan keuangan adalah merekayasa laporan keuangan korporasi atau lembaga
biasanya dilakukan karyawan atau eksekutif korporasi atau lembaga dengan tujuan mengelabui
yang membacanya sehingga korporasi atau lembaga terlihat sehat dari segi keuangannya. Untuk
korupsi, merupakan jenis penipuan yang sangat sulit untuk dideteksi karena melibatkan kerjasama
antar pihak seperti suap dan korupsi, yang merupakan penipuan yang umum terjadi di negara
berkembang di mana penegak hukum belum memiliki kekuatan dan belum sepenuhnya mempunyai
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 222
kesadaran terkait tatakelola pemerintahan dengan baik sesuai yang diharapkan dimana aspek
integritas terus dipertanyakan. Kecurangan semacam ini biasanya sulit dideteksi karena ada peran
antar yang pihak bekerjasama untuk mengambil manfaat (simbiosis mutualisme). Konflik antar
kepentingan, suap atau penyuapan, gratifikasi ilegal, dan pemerasan termasuk kedalam korupsi.
Fraud dilihat dari prespektif Islam
Al-Qur’an menggambarkan tentang Fraud atau Kecurangan
Fraud atau Kecurangan ditegaskan dalam Al-Quran dalam surat Al-Muthaffifin/83:1-3 Sebagai
berikut;
وَۡيل لِّۡلمُطَفِّفِينَ . ٱلَّذِينَ إِذَا ٱ تكَۡالُواْ عَلَى ٱلنَّاسِ يَسۡتَوۡفُونَ . وَإِذَا كَالُوهُم أَو وَّزَنُوهُم يُخۡسِرُونَ
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.
Ayat Qur’an di atas, ditafsirkan oleh hadist riwayat Nasa’i dan Ibnu Majah yaitu Ibnu Abbas
menceritakan sesampainya Rasulullah di kota Madinah, masyarakat disana dikenal selalu
melakukan kecurangan pada takaran. Sehingga Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang. (Al-Muthaffifin/83:1) Setelah kejadian tersebut
masyarakat disana telah berlaku baik dalam menggunakan takaran. (IbnuKatsir, 2013).
Selain itu, Al-Qur’an juga menganjurkan agar tidak berlaku curang. Salah satunya didalam surah
Al-An’am/6:152 sebagai berikut
ٱ كَلۡيۡلَ وَٱ مِلۡيزَانَ بِٱ قِۡ لسۡطِۡ وَأَوۡفُواْ
“Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.”
Dan juga didalam surah Ar Rahman/55:9 sebagai berikut
ٱ وَلۡزۡنَ بِٱ قِۡ لسۡطِ وَلَا تُخۡسِرُواْ ٱ مِلۡيزَانَ وَأَقِيمُواْ
“Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”
Islam dengan tegas memerintahkan umatnya agar bermuamalah antar sesama manusia yaitu
dengan keadilan dan keridhaan, salah satu bentuknya adalah dengan menyempurnakan timbangan
dan takaran. (Minhal, 2013). Selain itu, dalam surah Al-Baqarah/2:188 sebagai berikut
وَلَا تَۡأكُلُوۡاْ أَمۡوَۡلَكُم بَ نَۡيكُم بِٱ ب لَۡۡطِلِ وَتُۡدلُواْ بِهَۡا إِلَى ٱ حلُۡكَّامِ لِتَأكُۡلُواْ فَرِيق اۡ مِّنۡ أَمۡوَۡلِ ٱلنَّاسِ بِٱ إِثلۡۡمِ وَأَنتُم تَعۡلَمُونَ
“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan
jalan yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kalian dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kalian mengetahui.”
Ibnu Abi Talhah telah meriwayatkan dari jalan Ibnu Abbas yang menjelaskan tentang ayat ini
yaitu terkait seseorang pria yang mmpunyai hutang beruapa harta, sedangkan pemiutang (yang
meminjamkan) tidak memegang bukti kuat. kemudian pria itu mengingkari hutangnya dan
mengadukan hal ini kepada hakim, padahal dia mengetahui bahwa dia berhadapan dengan perkara
yang benar, dan bahwa dirinya berada di pihak yang salah (berdosa) dan telah memakan harta
haram. (IbnuKatsir, 2013).
Dalam ayat ini Allah Ta’ala secara tegas mengancam seseorang yang memakan atau mengambil
harta orang lain (Naro, 2007).
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 223
Al-Hadist menggambarkan tentang Fraud atau Kecurangan
Selain Al-Qur’an, beberapa hadist juga menggambarkan bagaimana fraud atau kecurangan,
seperti dalam hadist riwayat Muslim sebagai berikut
مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa diberi beban oleh Allah
untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah
mengharamkan Surga atasnya.”
Dalam hadist ini Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wassalam menerangkan dan mengancam
pemimpin yang berbuat curang atau menipu rakyatnya/bawahan yang dipimpinnya. Hal ini
menegaskan bahwa pemimpin harus memiliki komitmen tidak akan melakukan kecurangan atau
berbuat curang, jika pemimpin tersebut melakukannya maka jelas ancamannya adalah neraka.
(Gunarsa, 2014). Fraud atau kecurangan juga digambarkan dalam hadist riwayat Muslim sebagai
berikut
وَمَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا
“Dan barangsiapa menipu kami, maka dia bukan golongan kami”
Fraud atau kecurangan juga dijelaskan dalam hadist Sunan Abu Daud sebagai berikut;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ بِرَجُلٍ يَبِيعُ طَعَامًا فَسَأَلَهُ كَيْفَ تَبِيعُ فَأَخْبَرَهُ فَأُوحِيَ إِلَيْهِ أَنْ أَدْخِلْ يَدَكَ فِيهِ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيهِ
فَإِذَا هُوَ مَبْلُولٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ غَشَّ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melewati seorang laki-laki yang menjual makanan,
kemudian beliau bertanya kepadanya: "Bagaimana engkau berjualan?" Kemudian orang
tersebut memberitahukan kepada beliau bagaimana ia berjualan. Kemudian Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam diberi wahyu: "Masukkan tanganmu ke dalam makanan tersebut!"
Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalamnya, dan ternyata makanan tersebut basah.
Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukan dari golongan kami orang yang
menipu."
Hadist di atas menceritakan bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat bersama
rombongan para sahabat ke pasar untuk melakukan pengecekan barang-barang dagangan. Saat
beliau melewati gundukan makanan, beliau kemudian memasukkan tangannya dan mendapati
bagian dalam gundukan tersebut basah. Dalam Islam, hal ini masuk ke dalam kategori curang.
(Gunarsa, 2014). Selain itu, Islam juga melarang umatnya untuk berbuat kecurangan yaitu dengan
menerima suap atau memberi suap (Badri, 2017), seperti yang termaktub dalam Hadist Ibnu Majah
sebagai berikut
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Allah melaknat penyuap dan penerima
suap."
Hadist yang semakna diriwayatkan oleh Ahmad, sebagai berikut;
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِيَ وَالْمُرْتَشِيَ وَالرَّائِشَ يَعْنِي الَّذِي يَمْشِي بَيْنَهُمَا
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melaknat orang yang menyuap, yang disuap dan
perantaranya”.
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 224
Hadist di atas, menjelaskan larangan terkait suap-menyuap karena ini merupakan bagian fraud
atau kecurangan. (al-Atsari, 2018). Hadist lain terkait kecurangan atau fraud seperti yang
diriwayatkan oleh Muslim sebagai berikut,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ اسْتَعْمَلْنَاهُ مِنْكُمْ عَلَى عَمَلٍ فَكَتَمْنَا مِخْيَطًا فَمَا فَوْقَهُ كَانَ غُلُولًا يَأْتِي بِهِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
“Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa dari kalian yang aku
angkat atas suatu amal, kemudian dia menyembunyikan dari kami (meskipun) sebuah jarum, atau
sesuatu yang lebih kecil daripada itu, maka hal itu termasuk ghulul (pencurian) yang pada hari
kiamat akan ia bawa."
Hadist di atas, merupakan peringatan bagi orang yang diberikan amanah kemudian mengambil
yang bukan menjadi haknya dapat dikatakan korupsi atau mencuri (Syarifuddin, 2010).
METODE
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kulitatif dengan pendekatan studi
literatur dimana peneliti mencari literatur terkait fraud/kecurangan baik dari Al-Qur’an, Hadist
serta perkataan para ulama-ulama Islam melalui referensi buku dan jurnal, serta mencari literatur
terkait fraud/kecurangan yang bersifat umum melalui jurnal-jurnal penelitian baik jurnal
internasional maupun nasional. Kemudian melakukan pembahasan serta memberikan kesimpulan
terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Studi Literatur atau literature review merupakan
pendekatan dengan cara dikumpulkan dengan tujuan untuk diambil intisari dari penelitian
sebelumnya dan diambil analisanya untuk memberikan beberapa gambaran ataupun kesimpulan
dari para ahli yang tercantum dalam teks. (Snyder, 2019).
Startegi dalam pencarian literatur yaitu dengan mengoptimalkan google search engine dengan
kata kunci fraud atau kecurangan dalam kacamata Islam. Literatur yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu rentan waktu 2010 sampai dengan 2020. Dengan kriteria jurnal internasional maupun
jurnal nasional baik yang bereputasi maupun yang tidak atau baik yang berakreditasi ataupun tidak
berakreditasi, jurnal dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa asing khususnya bahasa Inggris.
Untuk memperjelas hasil dari studi literatur ini, maka abstrak dan full-text dari jurnal yang
dijadikan bahan penelitan dibaca dan dicermati dengan seksama. Kemudian dianalisis dan
dilakukan pembahasan serta diberikan kesimpulan.
HASIL
Dalam penelitian kali ini dilakukan batasan studi agar hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat
dan tidak keluar dari permasalahan yang sedang diteliti. Adapun yang menjadi batasan studi akan
dibahas dalam penelitian kali ini fraud yang dikenal dalam Islam. Hasil dari penilitian ini dapat
dikemukakan bahwa fraud/kecurangan telah dikenal dalam dunia Islam, praktek dan istilah terkait
fraud/kecurangan antara lain; a) Tadlis/Taghrir; b) Tadlis/Taghrir; c) Gharar; d) Khiyanah/
Ghulul; e) Risywah; dan f) Ihtikar.
PEMBAHASAN
Praktek dan istilah terkait fraud dalam Islam adalah sebagai berikut, "The theory of fraud in Islam
has been assigned with many various terminologies. the main common ones include taghrir, tadlis,
ghabn, ghubn, ghushsh and gharar, while the fewer common include khallab, khiyanah, ihtiyal,
tahayul, tadlil, iham, nasb and khadi'a, which all vary in connotation from fraud, scam, cheating,
laceration, misrepresentation, duplicitous to imbalance." (Jabbar, 2012) konsep penipuan dalam
Islam ditetapkan dengan banyak terminologi yang berbeda. Yang paling umum termasuk taghrir,
tadlis, ghabn, ghubn, ghushsh dan gharar, sementara yang kurang umum termasuk khallab,
khiyanah, ihtiyal, tahayul, tadlil, iham, nasb dan khadi'a, semua itu merupakan variasi dari
penipuan, tipuan, penipuan, lesi, salah tafsir, penipuan ketidakseimbangan.
Selain jurnal di atas, istilah fraud atau kecurangan dapat dilihat dalam jurnal berikut, "In Islamic
allowed manuscripts fraud (tadlis or khilaba), laceration or misrepresentation (ghabn), gross
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 225
misrepresentation (ghabn fahish), trickery (ghushsh), imbalance (gharar), and deception (taghrir)
are used interchangeably on mean fraud. Likewise there are few texts that also question fraud but
less regularly used like khallab, khiyanah, ihtiyal, tahayul, tadlil, iham, nasb, and khadi'a which
all vary in connotation from fraud, trickery, deception, lesion, misrepresentation, swindling to
imbalance" (Ibrahim, Man, & Noor, 2013). Pernyataan di atas menjelaskan bahwa kecurangan
atara lain (tadlis atau khilaba), keliru (ghabn), ghabn fahish, tipuan (ghushsh), tidak seimbang
(gharar), dan trik (taghrir) yang dipakai dengan cara diganti dengan tujuan untuk melakukan fraud.
Selain daripada itu, terdapat beberapa kata merujuk kepada istilah fraud namiun masib belum
umum digunakan antara lain khallab, khiyanah, ihtiyal, tahayul, tadlil, iham, nasb, dan khadi'a,
semua itu yang merupakan variasi dari makna dari penipuan, tipu, curang, lesi, keliru, manipulasi
neraca keuangan.
Tadlis/Taghrir
Tadlis//Taghrir atau penipuan. Tadlis/Taghrir merupakan istilah bahasa (Arab) merupakan
mashdar kata dallasa–yudallisu–tadliisan mknanya belum jelas sesuatunya, menutupi, dan
penipuan. Tadlis/Taghrir maknanya bukan menjual barang yang memiliki kerusakan, tapi
menyimpan informasi kerusakan barang dan informasi ini merugikan pembeli atau pelanggan
sehingga informasi yang dimiliki oleh pihak yang sedang melaukan transaksi tidak simetris
(asymmetric information). Maka jelas tadlis bukan merupakan asymmetric information, namun
tindakan salah satu pihak menyembunyikan informasi ketika melakukan transaksi dan menjadi
penyebab keadaan asymmetric information. (Fauzi, 2017). Tadlis merupakan upaya pihak tertentu
menyembunyikan informasi ketika bertransaksi sehingga merugikan pihak tertentu. (Taufiq, 2016).
Tadlis/Taghrir dalam transaksi dapat dikaitkan kedalam 4 hal yaitu kualitas, kuantitas, harga
serta waktu penyerahannya. (Fatimah, 2016). Tadlis/Taghrir tidak hanya pada pedagang namun
juga pada pembeli seperti menggunakan alat pembayaran yang tidak sah. (Madjid, 2018).
Taghrir secara terminologi menurut Rahman seperti yang dikutip oleh Syamsul Hilal dalam
jurnalnya yaitu tindakan secara serampangan namun minim pengetahuan atau orang yang
mengambil risiko dari perilakunya tanpa memperdulikan risiko yang akan dihadapi. Tadlis/Taghrir
disebabkan terdapat informasi yang tidak lengkap yang dialami oleh keduabelah pihak baik penjual
dan maupun pembeli (Hilal, 2014).
Dari beberapa pengertian terkait Tadlis/Taghrir di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
Tadlis/Taghrir adalah adalah suatu tindakan yang menyembunyikan cacat atau kelemahan pada
suatu barang dalam suatu transaksi yang dapat merugikan pihak tertentu dalam transaksi jual beli.
Ghabn
Ghabn yaitu penjual memberikan tawaran kepada pembeli dengan harga diatas rata-rata harga
pasar (market price) tanpa di sadari atau diketahui oleh pihak pembeli. Ghabn di bagi menjadi 2
yaitu ; Ghabn Fahish (Excessive) dan Ghabn Qalil (Negligible) (Ichsan, 2015). Ghabn terjadi
karena ketidaktahuan konsumen atas harga barang dan dimanfaatkan oleh penjual untuk meraih
untung besar. Biasanya terkait penetapan harga di atas kewajaran dan di atas harga pasar. (Syukur
& Syahbudin, 2017).
Ghabn secara bahasa yaitu pengurangan. Mengambil istilah dari ilmu fiqih, artinya tidak terjadi
keseimbangan antara obyek akad (barang) dan harganya, seperti lebih tinggi atau lebih rendah dari
harga sesungguhnya. (Alia, 2015). Dapat diambil kesimpulan bahwa Ghabn menjual barang
dengan harga di atas pasar dengan memanfaatkan ketidaktahuan konsumen terhadap harga barang
tersebut.
Gharar
Gharar menurut Warde seperti yang dikutip oleh Santosa dan Muttaqin dalam jurnalnya
menyatakan bahwa gharar mengacu pada transaksi yang tidak jelas, yaitu transaksi yang
dikondisikan pada keadaan dan kondisi yang tidak pasti. (Santosa & Muttaqin, 2015). Gharar
diartikan seluruh bentuk transaksi yang mengandung unsur ketidakjelasan, ketidakpastian dan
pertaruhan atau perjudian sehingga tidak ada kepastian dalam transaksi tersebut. (Hosen, 2009).
Gharar adalah seluruh akad yang terkandung didalamnya ketidakjelasan atau keraguan tentang
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 226
ada tidaknya komoditi yang menjadi objek akad, ketidakjelasan akibat, dan adanya bahaya yang
mengancam antara untung dan rugi; pertaruhan, atau perjudian dan transaksi. (Najamuddin, 2014).
Gharar dapat diartikan dengan risiko, penanggungan, mengelabui atau memperdaya, tidak
mengerti dan mencakup semua kasus penipuan serta semisalnya demi menggapai sasaran yaitu
memperoleh suatu persoalan atau kekayaan dengan perbuatan tidak dibenarkan dan tidak
semestinya. (Awang, 2012). Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Gharar adalah
bentuk transaksi yang belum jelas dan mengandung unsur pertaruhan atau perjudian yang dapat
menimbulkan kerugian.
Khiyanah/ Ghulul
Khiyanah secara etimologis menurut Dahlan seperti yang dikutip oleh Fazzan dalam jurnalnya
memiliki arti transformasi seseorang menjadi curang (syar). Merujuk al-Raghib al-Isfahani,
“khiyanah” merupakan perbuatan ingkar janji atau amanah yang telah diberikan kepadanya.
Ungkapan “khiyanah” diperuntukan untuk orang yang melanggar atau mengambil hak pihak
lain, dengan modus pembekuan dengan sepihak perjanjian yang sudah disepakati, terkhusus dalam
perkara muamalah (Fazzan, 2015).
“Khiyanah” juga di artikan ghulul (korupsi), secara umum digunakan untuk setiap pengambilan
harta oleh seseorang secara khianat, atau tidak dibenarkan dalam tugas yang diamanahkan
kepadanya (tanpa seizin pemimpinnya atau orang yang menugaskannya). (Syarifuddin, 2010).
Korupsi merupakan kejahatan yang dapat dikategorikan ke dalam khiyanah, karena pelaku korupsi
tersebut telah menyelewengkan kepercayaan yang diamanahkan. (Syamsuri, 2011).
Ghulul juga diartikan sebagai penyalahgunaan jabatan yang diamanahkan kepadanya.
(Sumarwoto, 2014). Dari keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa khiyanah/ghulul adalah
pengkhianatan terhadap amanah yang diberikan dengan menyalahgunakan untuk mendapatkan
keuntungan demi kepentingan pribadi.
Risywah
Secara terminologi, Risywah (Suap) merupakan suatu penyerahan baik berwujud harta ataupun
barang yang lain yang diberikan kepada pejabat atau yang memegang kebijakan/kekuasaan demi
menghalalkan (atau melancarkan) yang buruk dan mengharamkan yang baik atau memperoleh
keuntungan dari cara yang tidak bertentangan dengan hukum (Haryono, 2016).
“Risywah” atau suap dapat membuat diam seseorang dari hal yang dibenarkan. Namun merujuk
terminologi fiqh, suap merupakan segala hal yang dikirimkan oleh seseorang yang ditujukan
kepada hakim atau selain hakim supaya hakim atau selain hakim yang memiliki wewenang untuk
memutuskan suatu persoalan bagi (kepentingan)nya atau agar hakim atau selain hakim tersebut
untuk mlaksanakan keinginannya. (Sumarwoto, 2014). Risywah (Suap) atau uang komisi termasuk
bagian dari bentuk korupsi investif (investive corruption). (Darlis, 2017).
Dapat disimpulkan, Risywah atau suap adalah segala sesuatu yang diberikan kepada pejabat atau
yang memiliki kekuasaan baik harta atau benda dengan tujuan mengikuti kemauan yang
memberikan suap tersebut.
Ihtikar
Ihtikar (Menimbun) adalah mengumpulkan makanan dan barang yang dapat dikonsumsi
kemudian ditahan untuk menunggu waktu naiknya harga (Muslim, 2010).
“Ihtikar” tidak dihalalkan dalam ajaran Islam karena merupakan tindakan yang dapat
mendatangkan kerugian bagi masyarakat, adalah dengan cara melakukan penimbunan dan menahan
benda/sesuatu agar tidak ada dipasaran (langka), ketika benda/sesuatu tersebut menjadi sulit
ditemukan, kemudian pemilik benda/sesuatu tersebut menjajakan menggunakan harga diluar harga
normal alias dengan harga tinggi. Walhasil, laba yang didapat pemilik barang/sesuatu dapat berlipat
ganda. Dari sini maka jelaslah bahwa perbuatan demikian kurang menguntungkan pelanggan.
(Masruroh, 2015).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat diketahui bahwa Islam sangat memperhatikan
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 227
bagaimana hubungan antar individu melalui aturan yang telah berlaku di dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadist. Islam juga sangat melarang umatnya untuk berbuat kecurangan (fraud) dalam kehidupan
keseharian yang jika hal tersebut dilakukan maka akan terjadi kerusakan dalam tatanan hidup
bermasyarakat, dan jika tetap melakukan hal tersebut (fraud) maka akan ada ancaman dan hukuman
yang akan diterima individu yang melakukannya. Dalam jurnal ini, terdapat informasi terkait fraud
dari sisi pandangan Islam, namun masih banyak lagi informasi terkait fraud yang belum terungkap
dalam jurnal ini. Semoga penelitian ini dapat dilanjutkan dengan mengungkapkan fraud dalam
pandangan Islam lebih dalam dan luas lagi sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.
REFERENSI
ACFE. (2004). Fraud. Retrieved from ACFE (Association of Certified Fraud Examiners):
http://www.acfe.com/fraud-101.aspx, Nov 20, 2020.
al-Atsari, A. I. (2018). Suap, Mengundang Laknat. Retrieved from Al-Manhaj:
https://almanhaj.or.id/7004-suap-mengundang-laknat.html, Nov 15, 2021.
Alfian, N. (2016). Nilai-Nilai Islam Dalam Upaya Pencegahan Fraud. AKTIVA Jurnal Akuntansi
dan Investasi, Vol. 1. No. 2, 205-218. doi:10.35835/aktiva.v1i2.143
Al-Hilali, S. I. (2011). Sunnah, Antara Musuh Dan Pembelanya. Retrieved from Al-Manhaj:
https://almanhaj.or.id/3024-sunnah-antara-musuh-dan-pembelanya.html. Oct 10, 2020.
Alia, C. L. (2015). Akad Yang Cacat Dalam Hukum Perjanjian Islam. Premise Law Journal, 1-17.
Alquran. (2018). Quran Online Terjemahan Perkata, Tajwid, Latin dan Asbabun Nuzul. Alquran-
Indonesia.com.
Awang, A. H. (2012). Gharar Dalam Perspektif Fiqh Al-Hadith Analisis Terhadap ‘Illah Dan
Prinsip. H A D I S Jurnal Ilmiah Berimpak, 63-93.
Badri, M. A. (2017). Hadiah, Gratifikasi dan Suap. Retrieved from Komunitas Pengusaha Muslim
Indonesia: https://pengusahamuslim.com/6003-hadiah-gratifikasi-dan-suap.html. Nov 10,
2020.
Darlis. (2017). Inspirasi Al-Quran Dalam Pemberantasan Korupsi. Rausyan Fikr, Vol. 13, No.1 ,
49-72. doi:10.24239/rsy.v13i1.90
Fatimah, S. (2016). Analisis Praktek Tadlis Pada Masyarakat Kota Makassar (Studi Lapangan
Pedagang Buahan-Buahan Di Kota Makassar). Jurnal Ilmiah BONGAYA (Manajemen &
Akuntansi), 218-235.
Fauzi, A. S. (2017). Transaksi Jual-Beli Terlarang: Ghisy atau Tadlis Kualitas (Penipuan atau
Kecurangan). Mizan: Journal of Islamic Law, Vol. 1 No. 2, 41-54.
doi: 10.32507/mizan.v1i2.9
Fazzan. (2015). Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah
ISLAM FUTURA, Vol. 14. No. 2, 146-165. doi:10.22373/jiif.v14i2.327
Gunarsa, A. K. (2014). Perbuatan Curang, Faktor dan Dampaknya. Retrieved from Muslim.or.id:
https://muslim.or.id/22590-perbuatan-curang-faktor-dan-dampaknya.html, Nov 10, 2020.
HaditsSoft. (2018). 14 Buku Hadits. HaditsSoft. Retrieved from http://haditssoft.netne.net/, Oct 10,
2020
Haryono. (2016). Risywah (Suap-Menyuap) Dan Perbedaannya Dengan Hadiah Dalam Pandangan
Hukum Islam (Kajian Tematik Ayat dan Hadis Tentang Risywah). Al-Mashlahah, Jurnal
Hukum Dan Pranata Sosial Islam, Vol. 4. No. 07, 429-450. doi:10.30868/am.v4i07.155
Hilal, S. (2014). Konsep Harga Dalam Ekonomi Islam (Telah Pemikiran Ibn Taimiyah). ASAS, Vol.
6. No. 2, 16-28. doi:10.24042/asas.v6i2.1718
Hosen, N. (2009). Analisis Bentuk Gharar Dalam Transaksi Ekonomi. Al-Iqtishad, Vol. I, No. 1,
53-64. doi:10.15408/aiq.v1i1.2453
IbnuKatsir. (2013). Tafsir Ibnu Katsir. kampungsunnah.com.
Ibrahim, S. S., Man, N. C., & Noor, A. H. (2013). Fraud: An Islamic Perspective. The 5th
International Conference on Financial Criminology (ICFC), (pp. 446-457).
Ichsan, N. (2015). Kerja, Bisnis Dan Sukses Menurut Islam. The Journal of Tauhidinomics, Vol. 1
No. 2 , 167-182. doi:10.15408/thd.v1i2.8434
Owner: Riset & Jurnal Akuntansi
e –ISSN : 2548-9224 | p–ISSN : 2548-7507
Volume 5 Nomor 1, Februari 2021
DOI : https://doi.org/10.33395/owner.v5i1.330
This is an Creative Commons License This work is licensed under a Creative
Commons Attribution-NonCommercial 4.0 International License. 228
Jabbar, S. F. (2012). Insider Dealing: Fraud In Islam? . Journal of Financial Crime , Vol. 19(Iss:
2), pp.140 – 148. doi: 10.1108/13590791211220412
Jawas, Y. A. (2007). Islam Adalah Agama Yang Sempurna. Retrieved from Al-Manhaj:
https://almanhaj.or.id/2043-islam-adalah-agama-yang-sempurna.html, Nov 13, 2020.
KKBI. (2018). Kecurangan. Retrieved from KKBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):
https://kbbi.web.id/curang, Oct 10, 2020.
Madjid, S. S. (2018). Prinsip-Prinsip (Asas-Asas) Muamalah. J-HES Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah, Vol. 2, No. 1, 14-28. doi:10.26618/j-hes.v2i1.1353
Masruroh, N. (2015). Larangan Ihtikar di Indonesia (Kajian Tentang Efektifitas UU Anti Monopoli
di Indonesia). Interest, Vol.13, No. 1, 81-98.
Minhal, A. (2013). Curang Dalam Timbangan Dan Takaran, Mengundang Kerusakan Di Dunia
Dan Celaka di Akherat. Retrieved from Al-Manhaj: https://almanhaj.or.id/3654-curangdalam-
timbangan-dan-takaran-mengundang-kerusakan-di-dunia-dan-celaka-diakherat.
html, Nov 19, 2020.
Muslim, M. B. (2010). Ihtikar Dan Dampaknya Terhadap Dunia Ekonomi. Jurnal Studi Al-Qur’an:
Membangun Tradisi Berfikir Qur’ani, Vol. 6. No. 1, 1-14.
Musthafa, A. (2013). Petunjuk Terbaik Hanya Ada Di Al-Qur’an. Retrieved from Al-Manhaj:
https://almanhaj.or.id/3492-petunjuk-terbaik-hanya-ada-di-al-quran.html, Oct 12, 2020.
Najamuddin. (2014). Transaksi Gharar dalam Muamalat Kontemporer. Jurnal Syariah, Vol. 2, No.
1. doi:10.32520/.v2i1.20
Naro, A. H. (2007). Hukum Seputar Suap Dan Hadiah. Retrieved from Al-Manhaj:
https://almanhaj.or.id/2283-hukum-seputar-suap-dan-hadiah.html, Oct 20. 2020
Purnamasari, P., & Amaliah, I. (2015). Fraud Prevention: Relevance To Religiosity And
Spirituality In The Workplace. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 827 – 835. doi:
10.1016/j.sbspro.2015.11.109
Safuan. (2018). Fraud and Anti Fraud in Port Sector. Asia Pasific Fraud Journal., Vol. 3, 145-152.
doi:10.21532/apfjournal.v3i1.69
Safuan, S., & Budiandru, B. (2019). Modus Kecurangan & Program Anti Kecurangan di Pelabuhan
(Studi Kasus Pelabuhan di Jakarta). Owner : Riset Dan Jurnal Akuntansi, 3(2), 54-65.
doi:10.33395/owner.v3i2.131
Santosa, P. B., & Muttaqin, A. A. (2015). Larangan Jual Beli Gharar: Tela’ah Terhadap Hadis Dari
Musnad Ahmad Bin Hanbal. EQUILIBRIUM, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 3. No. 1, 157-
173. doi:10.21043/equilibrium.v3i1.1277
Snyder, H. 2019. ‘Literature review as a research methodology: An overview and guidelines’.
Journal of Business Research, 104, pp. 333–339,
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2019.07.039.
Sumarwoto. (2014). Tinjauan Hukum Islam Terhadap Tindak Pidana Korupsi. RECHSTAAT Ilmu
Hukum Fakultas Hukum UNSA, Vol. 8, no. 1, 1-12.
Syamsuri. (2011). Menggagas Fikih Anti Korupsi. al-Daulah, Jurnal Hukum Dan Perundangan
Islam, 181-206. doi:10.15642/ad.2011.1.2.181-206
Syarifuddin, A. H. (2010). Mewaspadai Bahaya Korupsi. Retrieved from Al-Manhaj:
https://almanhaj.or.id/2673-mewaspadai-bahaya-korupsi.html , Sept 05, 2020.
Syukur, P. A., & Syahbudin, F. (2017). Konsep Marketing Mix Syariah. Jurnal Ekonomi dan
Perbankan Syariah, Vol. 5. No.1, 71-94. doi:10.46899/jeps.v5i1.167
Taufiq. (2016). Tadlis Merusak Prinsip ’Antaradhin Dalam Transaksi. JURIS (Jurnal Ilmiah
Syariah) Vol. 15, No. 1, 1-10. doi:10.31958/juris.v15i1.483
Tuasikal, M. A. (2014). Pedagang yang Bermain Curang dalam Timbangan. Retrieved from
Rumaysho: https://rumaysho.com/8576-pedagang-yang-bermain-curang-dalamtimbangan.
html, Oct 10, 2020.
Tranparency International. Corruption Perceptions Index. Retrieved from transparency.org:
https://www.transparency.org/en/cpi/2020/index/nzl# , Feb 03, 2021.
Yurmaini. (2017). Kecurangan Akuntansi (Fraud Accounting) Dalam Perspektif Islam. Jurnal
Akuntansi dan Bisnis, Vol. 3 No. 1, 93-104. doi:10.31289/jab.v3i1.428

Tidak ada komentar:

Posting Komentar