Cari Blog Ini

Pengunjung

Pengikut

Rabu, 07 April 2021

Persiapan untuk pelaksanaan pengujian

 

1.    Pendahuluan

Salah satu kegiatan yang penting untuk dilakukan oleh auditor internal dalam proses pelaksanaan penugasan adalah persiapan-persiapan untuk pengujian-pengujian yang akan dilakukan di tahap pelaksanaan penugasan. Kegiatan ini membantu auditor agar dapat mengumpulkan informasi mengenai area/kegiatan/proses yang akan diaudit. Persiapan untuk pelaksanaan pengujian ini akan membantu auditor mengidentifikasi area yang akan menjadi penekanan dalam pelaksanaan penugasan auditnya.

 

Persiapan pelaksanaan pengujian ini dapat memberikan tidak hanya sekadar pemahaman yang bersifat umum bagi auditor internal, melainkan juga meliputi penjelasan mengenai: a.Tujuan, lingkup, dan waktu penugasan.

b.    Proses yang akan diaudit.

c.     Tujuan, risiko, dan pengendalian dari area yang diaudit.

d.    Sumber daya audit internal yang akan digunakan.

e.    Ketentuan dan standar yang relevan.

 

 

 

 

 

 

 

Kegiatan persiapan pelaksanaan penugasan ini akan dipengaruhi oleh sifat dari audit dan faktor lainnya, seperti:

a.    Pengalaman, pengetahuan, dan pelatihan auditor internal mengenai kegiatan yang diaudit.

b.    Jenis penugasan audit internal yang dilakukan.

c.     Pemahaman mengenai apakah penugasan yang akan dilaksanakan merupakan penugasan pertama kali atau berulang, tindak lanjut dari penugasan sebelumnya, atau penugasan dengan isu yang baru. 

d.    Ukuran dan kompleksitas dari kegiatan yang diaudit. 

e.    Sebaran geografis dari kegiatan yang diaudit, yang dapat mempengaruhi durasi dan waktu yang dibutuhkan untuk persiapan pelaksanaan penugasan.

 

Bagian ini akan membahas hal-hal terkait untuk melakukan persiapan pelaksanaan penugasan, meliputi: laporan audit sebelumnya, cheklist/kuesioner, wawancara dan pemetaan proses. 

 

2.    Review atas Laporan Audit Sebelumnya dan Informasi Relevan Lainnya

Auditor internal dapat mempelajari banyak hal penting dengan melakukan review atas laporan dan dokumentasi audit yang terkait. Jika audit yang sedang dilakukan merupakan bagian dari audit tetap (reguler), auditor internal dapat memulai dengan me-review file/catatan permanen terkait dengan kegiatan tersebut. Auditor dapat me-review kertas kerja, hasil observasi (temuan), dan laporan audit terdahulu. Selain itu, auditor juga dapat me-review hasil evaluasi atau kegiatan assurance lainnya terkait dengan kegiatan yang diaudit, baik yang dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal.

 

Review atas dokumentasi audit terdahulu penting untuk dilakukan karena dapat:

1.    Membuat auditor paham dan familiar dengan area yang akan diaudit.

2.    Memberikan gambaran mengenai tujuan/hal yang ingin dicapai oleh kegiatan yang diaudit.

3.    Menunjukkan bagaimana pendekatan auditor dalam melaksanakan penugasan

4.    Mengidentifikasi permasalahan spesifik yang sebelumnya ditemukan, serta area yang kemungkinan mempunyai permasalahan berulang/berkelanjutan.

5.    Menunjukkan status dari tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kelemahan yang ada.

6.    Menunjukkan kekuatan yang sebelumnya teridentifikasi, yang harus diverifikasi untuk memastikan bahwa kekuatan tersebut masih ada/berlanjut.

7.    Mengidentifikasi kegiatan lain yang perlu dievaluasi dalam audit.

 

Mempelajari file/catatan dari audit terdahulu tidak berarti bahwa pendekatan yang sama dapat digunakan dalam audit berikutnya. Auditor internal perlu mengevaluasi adanya perubahan dalam tujuan dan sasaran organisasi, operasi klien, dan risiko baru yang signifikan. Selain itu, auditor juga perlu mempelajari teknologi baru dan faktor mitigasi risiko lainnya yang dapat mempengaruhi penugasan saat ini. Meskipun ada perubahan kondisi, review atas dokumentasi penugasan audit terdahulu tetap menjadi langkah penting dalam rangka persiapan untuk penugasan.

 

Selain dokumentasi audit terdahulu, auditor juga harus melakukan review atas dokumentasi atau materi lainnya. Informasi yang di-review bergantung pada sifat audit yang dilakukan. Umumnya, dokumen yang di-review meliputi:

1.         Informasi organisasi (seperti bagan struktur organisasi, jumlah dan komposisi personel, serta personel yang memegang peran kunci).

2.         Informasi mengenai perubahan organisasi terkini, termasuk perubahan sistem yang utama.

3.         Uraian tugas dan tanggung jawab.

4.         Tujuan dan sasaran organisasi/kegiatan.

5.         Prosedur operasional kegiatan.

6.         Rencana kegiatan.

7.         Laporan kegiatan dan laporan kinerja.

8.         Informasi terkait anggaran dan data keuangan dari aktivitas yang di-review.

9.         Hasil dari penugasan audit lainnya, termasuk pekerjaan auditor eksternal.

10.     File/catatan korespondensi (surat-menyurat) yang dapat membantu auditormengidentifikasi isu signifikan bagi penugasan audit.

11.     Hasil evaluasi manajemen risiko organisasi.

12.     Risalah rapat direksi dan dewan pengawas (dengan komisaris) terkait tata kelola organisasi.

13.     Situs internet dan intranet yang relevan dengan area yang diaudit.

14.     Dokumen yang dipublikasikan oleh organisasi, seperti brosur, laporan, rencana kegiatan.

 

Aktivitas lain yang bermanfaat adalah meneliti dan me-review literatur-literatur ilmiah yang terkait, seperti literatur mengenai audit internal, praktik di bidang/sektor terkait. Hal ini bermanfaat, khususnya jika penugasan tersebut merupakan audit yang pertama kali atau dalam rangka merespon praktik yang baru. 

 

 

 

3.    Checklist

Checklist adalah alat bantu yang digunakan oleh auditor internal untuk merancang dan menjaga hal-hal yang harus dilakukan selama penugasan audit. Checklist membantu auditor untuk bekerja secara terorganisir dan efisien. Checklist dikembangkan pada persiapan untuk pelaksanaan penugasan. Pada dasarnya, checklist merupakan kuesioner dengan jawaban ya/tidak, yang memuat daftar hal-hal yang harus dilakukan. Beberapa kegunaan checklist adalah sebagai:

a.    Alat bantu pengingat yang membantu auditor memastikan bahwa ia telah mengajukan semua pertanyaan atau melakukan pengamatan yang direncanakan.

b.    Metode cepat untuk mengumpulkan informasi dari responden (sebagai contoh, dokter biasanya menggunakan checklist untuk mengumpulkan rekam medis dari pasien baru).

c.     Sebagai alat kendali untuk memastikan bahwa semua kegiatan yang tepat telah dilakukan untuk menyelesaikan audit.

 

Ketika checklist digunakan sebagai pengingat, alat ini juga bermanfaat untuk mengecek aktivitas dari awal hingga akhir penugasan audit. Kegunaan lain dari checklist adalah:

a.    Dapat digunakan untuk mendukung tugas administrasi, seperti rencana perjalanan audit (waktu perjalanan, hotel, dll).

b.    Membantu menciptakan konsistensi di antara tim audit, serta memastikan bahwa personel tim mengikuti jadwal kerja dalam melakukan pengujian, melaporkan hasil audit kepada penanggung jawab (auditor in charge) atau manajemen klien, menyelesaikan kertas kerja, dan melaksanakan tugas lainnya.

 

4.    Kuesioner

Kuesioner dapat digunakan sebagai alat bantu untuk mendokumentasikan kepatuhan terhadap ketentuan atau informasi lain dari beragam pihak yang diminta mengisi pertanyaan-pertanyaan yang dipersiapkan pada kuesioner. Kuesioner juga dapat diterapkan untuk menguji kecukupan pengendalian yang ada, atau yang disebut dengan kuesioner pengendalian internal (internal control questionnaires atau ICQ). Auditor internal dapat menggunakan kuesioner untuk melakukan penilaian mandiri atas pengendalian (control self-assessment).

 

Ketika menggunakan kuesioner, auditor internal harus mempertimbangkan cara yang paling efektif untuk menyusun pertanyaan dan mengorganisasikan respon/jawaban. Sebagai contoh, responden dapat diminta menjawab pertanyaan dengan ya/tidak, atau dapat didukung dengan penjelasan terbatas. Responden juga dapat diberikan pernyataan dan diminta untuk mengurutkan pernyataan tersebut dengan menggunakan skala numerik (1-5, 1-10, dsb) atau kategori verbal (selalu, kadang, tidak pernah; sangat setuju, setuju, tidak berpendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju, dsb).

 

Beberapa responden dapat menolak memberikan respon terhadap kuesioner karena khawatir dengan konsekuensinya Sementara, beberapa responden dapat memberikan jawaban positif meskipun tidak sesuai dengan pemikiran mereka, karena ingin agar audit cepat selesai.

 

Dengan keterbatasan tersebut, kuesioner banyak digunakan untuk memperoleh informasi terkait: a.Terhadap ketentuan, atau hal-hal yang jawabannya adalah ya/tidak.

b.Beragam unit, seperti kantor cabang, yang memiliki proses, risiko, dan prosedur operasi standar yang sama. Pada situasi ini, kuesioner memberikan informasi seragam yang dapat diperbandingkan.

 

Kuesioner dengan tujuan memiliki kepatuhan dengan jawaban sederhana ya/tidak hanya cocok untuk tujuan tertentu. Beberapa manfaat dan kelemahan dari kuesioner ya/tidak terangkum dalam Tabel 2.

Tabel 2 Manfaat dan Kelemahan Kuesioner Ya/Tidak

Manfaat

Kelemahan

1.    Mudah untuk dikelola.

2.    Menghasilkan informasi yang seragam dari semua responden sehingga dapat diperbandingkan.

3.    Dapat diberikan kepada responden dalam jumlah yang banyak dan di lokasi yang terpencar (seperti antar-cabang, antar-negara, dll)

4.    Respon yang banyak dapat dikumpulkan dan dianalisis dengan cukup mudah.

1.    Tidak selalu tepat untuk semua situasi atau isu.

2.    Tidak cocok digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam.

3.    Auditor tidak ada kesempatan untuk mengamati perilaku dan lingkungan dari responden.

 

Kuesioner pengendalian internal (internal control questionnaire) adalah susunan pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi penting mengenai pengendalian internal. ICQ kadang disebut sebagai “survei pra-desain”, karena tidak dilanjutkan dengan pertanyaan dan pengamatan lanjutan. ICQ bermanfaat untuk mengumpulkan informasi secara efisien dari banyak responden dalam satu waktu.

 

 

ICQ dimulai dengan jawaban ya/tidak, kemudian dapat dilanjutkan dengan meminta komentar yang lebih spesifik. Struktur dasar ICQ berbeda dengan kuesioner terbuka (open-ended) yang digunakan untuk memperoleh respon berupa narasi/penjelasan. ICQ dapat digunakan di berbagai area bisnis untuk menjawab bermacam pertanyaan terkait pengendalian. ICQ dapat dilengkapi oleh auditor, ataupun secara langsung oleh manajemen organisasi.

 

5.Wawancara

Wawancara umunya dilakukan di semua fase audit, baik perencanaan maupun pelaksanaan. Di fase perencanaan, teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh dokumen atau pendapat, yang membantu auditor memahami entitas dan untuk mengidentifikasi isu potensial.  Pada tahap pelaksanaan, wawancara  digunakan untuk memperoleh data atau dokumen yang berkaitan dengan tujuan audit, untuk mengkonfirmasi fakta dan memperkuat informasi dari sumber lain, serta untuk mengeksplorasi rekomendasi potensial.

 

Jenis wawancara

Berdasarkan sifat informasi yang diperoleh, wawancara dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur dan wawancara individual. Wawancara individual sangat bermanfaat ketika kita membutuhkan informasi kualitatif (seperti penjelasan yang rinci, kesan, atau pendapat), yang tidak akan dikuantifikasi. Wawancara individual umumnya bersifat menggali (probing), sehingga memungkinkan pewawancara mengubah arah dan penekanan. Wawancara individual umumnya tidak dapat menyediakan informasi kuantitatif. Sebaliknya, wawancara terstruktur mencari informasi yang sama dari beberapa orang, sehingga dapat menghasilkan informasi yang dapat dikuantifikasi atau ditarik kesimpulan. Wawancara terstruktur biasanya digunakan dalam survei, di mana pertanyaannya lebih spesifik dibandingkan dengan wawancara individual, dan ditanyakan dalam urutan tertentu.

 

Sementara itu, pertanyaan wawancara dapat dibedakan ke dalam dua tipe, yaitu pertanyaan terbuka (open-ended) dan pertanyaan tertutup (closed-question). Pertanyaan terbuka digunakan untuk menggali informasi yang luas karena memungkinkan respon yang lebih luas dibandingkan dengan pertanyaan tertutup. Biasanya dimulai dengan kata ‘apa’, ‘mengapa’, atau bagaimana. Contohnya, “Apa tugas personel bagian pelayanan? Bagaimana cara mereka melakukan tugas tersebut?”. Sebaliknya, dari pertanyaan tertutup kita akan memperoleh informasi yang spesifik, misalnya “Kapan program ini dimulai? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk program ini?”. Seringkali, untuk memperoleh informasi yang komprehensif, auditor mengkombinasikan kedua tipe pertanyaan tersebut, misalnya “Apakah target program telah tercapai? Jika tidak, apa penyebabnya?”

 

Dalam audit internal, di mana kita perlu menggali banyak informasi dari pihak lain, dibutuhkan kehati-hatian dalam mengajukan pertanyaan untuk merangsang pihak yang diwawancara agar mengungkapkan banyak informasi. Untuk itu, auditor perlu membedakan antara pertanyaan terbuka dan pertanyaan mengarahkan (leading question). Leading question umumnya membuat pewawancara berbicara lebih banyak daripada yang diwawancara. Akibatnya, informasi yang diperoleh tidak terlalu banyak. Tabel 3 menampilkan contoh perbandingan antara open-ended question dan leading question.

 

Tabel 3. Contoh Open-ended Question dan Leading Question

Pertanyaan Terbuka

Pertanyaan Mengarahkan

Bagaimana anda memasukkan data ini ke dalam komputer?

Apakah anda memasukkan data ini ke dalam komputer?

Bagaimana anda mengatahui bahwa data ini benar?

Apakah data ini telah divalidasi?

Apa hal pertama yang anda lakukan untuk memulai prosedur ini? 

Apakah Anda mempersiapkan alat-alat terlebih dahulu untuk memulai prosedur ini?

Bagaimana pelatihan yang anda peroleh untuk melaksanakan prosedur ini?

Apakah anda diajari mengenai SOP selama pelatihan?

Bagaimana prosedur operasional standar untuk menanggapi keluhan pelanggan?

Jika ada keluhan pelanggan, apakah anda mencatat rincian keluhan tersebut dalam formulir xxx?

Bagaimana anda mengetahui bahwa peralatan ini layak untuk digunakan?

Apakah stiker ini menandakan bahwa alat ini sudah diuji kelayakannya?

Bagaimana cara Anda mengetahui cara pelaksanaan kegiatan ini?

Apakah Anda mengikuti SOP dalam melakukan kegiatan ini?

Apa yang Anda lakukan terhadap produk akhir dari kegiatan ini?

Apakah Anda menempatkan produk akhir ini pada tempat yang ditentukan?

 

Seseorang yang berada dalam posisi nyaman tentunya akan berbicara lebih banyak dan leluasa daripada orang yang merasa terpaksa atau tertekan. Untuk itu, agar dapat menghasilkan banyak informasi, wawancara sebaiknya dilakukan dengan santai, seperti percakapan. Ketika menerapkan gaya percakapan, kita harus menempatkan pihak yang diwawancara – bukan daftar pertanyaan – sebagai figur sentral. Dengan demikian, kita harus berfokus pada pihak yang diwawancara selama wawancara berlangsung.

 

Pada dasarnya, ada tiga tahapan wawancara dalam audit, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, dan analisis informasi. 

 

Merencanakan Wawancara

Efektivitas wawancara sangat ditentukan oleh kualitas perencanaannya. Beberapa persiapan yang perlu dilakukan sebelum melakukan wawancara adalah sebagai berikut:

1.       Menyiapkan materi wawancara. 

Hal penting yang harus ditentukan di awal adalah topik atau fokus wawancara. Berdasarkan topik tersebut, kita dapat menyusun pertanyaan. Pertanyaan perlu disusun dalam urutan yang logis. Biasanya, wawancara dimulai dengan sedikit pertanyaan tertutup yang mudah kemudian beranjak ke pertanyaan terbuka yang lebih ‘menantang’.

a.Memilih pewawancara. Wawancara sebaiknya dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian yang diperlukan untuk melakukan wawancara. Beberapa keahlian yang perlu dimiliki oleh pewawancara adalah:

1)    Kefasihan berbahasa.

2)    Kemampuan mendengar dan observasi yang baik.

3)    Kemampuan memimpin diskusi.

4)    Kemampuan mengelola waktu.

5)    Kemampuan untuk bersikap netral (meskipun ia tergoda untuk menanggapi komentar pihak yang diwawancara).

6)    Kemampuan menulis yang baik.

7)    Kemampuan analisis dan sintesa.

2.       Mengidentifikasi pihak yang akan diwawancara. Penentuan pihak yang diwawancara tergantung dari topik wawancara. Jika kita ingin mewawancara orang dari posisi tertentu, dan ada beberapa orang yang menduduki posisi tersebut, maka kita harus menentukan siapa yang akan diwawancara. Setelah kita menentukan pihak yang diwawancara, sebaiknya kita juga mempelajari latar belakangnya, seperti posisinya dalam organisasi dan apa tanggung jawabnya dalam posisi tersebut.

3.       Membuat agenda dengan pihak yang diwawancara. Setelah mengumpulkan ‘bahan baku’ wawancara, sebaiknya kita membuat persetujuan dengan pihak yang diwawancara, mengenai waktu, lokasi, dan lamanya wawancara. 

4.       Mempersiapkan perlengkapan yang diperlukan untuk wawancara, seperti daftar pertanyaan, alat rekam, alat tulis, atau referensi yang dibutuhkan selama wawancara. 

5.       Mempelajari dan memahami dengan baik aspek perilaku pihak yang akan di wawancara Melaksanakan Wawancara

       Membuka wawancara

o  Sebelum memulai wawancara, kita perlu memperkenalkan diri (dan partner, jika ada).

o  Bangun hubungan dengan pihak yang diwawancara, misalnya dengan mengucapkan terima kasih kepada pihak yang diwawancara karena telah menyediakan waktu untuk diwawancara.

o  Untuk mencairkan suasana, wawancara sebaiknya didahului dengan kata/percakapan pembuka yang ringan (ice breaking). 

o  Jelaskan mengenai tujuan wawancara serta indikasi lama waktu wawancara. 

o  Untuk membuat pihak yang diwawancaramerasa tenang, ada baiknya kita mengutarakan ‘kerahasiaan’ informasi dari wawancara, seperti siapa yang dapat mengakses jawaban mereka dan bagaimana jawaban tersebut akan dianalisis. 

o  Memberikan kesempatan kepada responden untuk menyampaikan keraguan mereka tentang wawancara yang akan berlangsung.

o  Salah satu yang mendukung kelancaran wawancara adalah kesediaan pihak yang diwawancara untuk menjawab pertanyaan. Untuk itu, pewawancara perlu memberikan motivasi, seperti mengapa mereka harus menjawab pertanyaan wawancara? Apa manfaatnya bagi mereka? Kita dapat mengatakan bahwa hasil audit akan membantu institusi atau unit kerja mereka dalam upaya memperbaiki kinerja.

 

       Mendiskusikan topik oMembangun hubungan dengan pihak yang diwawancarai.

Hubungan ini perlu dipelihara sejak awal sampai dengan akhir wawancara. Pewawancara harus mampu memberikan kesan serius, dapat dipercaya, dan ramah. Hubungan juga dapat dibangun dengan mengungkapkan ketertarikan pada posisi dan pendapat responden, dengan menghargai cara pandangnya. Hubungan yang baik juga memungkinkan diperolehnya informasi tambahan. Jika responden nyaman berbicara dengan kita, ia tidak akan keberatan berdiskusi kembali dengan kita. Selain komunikasi verbal, hubungan juga dipengaruhi oleh komunikasi non verbal yang tepat, seperti menatap pihak yang diwawancara, kontak mata, agak mencondongkan badan ke arah dia, postur tubuh terbuka, mengangguk secara periodik untuk menunjukkan perhatian pada komentar pihak yang diwawancara, dsb. Sebaliknya, beberapa signal negatif dari bahasa tubuh dapat memberikan kesan negatif bagi pihak yang diwawancara, seperti sering memilin rambut, menggaruk, sering memegang wajah, memainkan telinga. 

o  Mulai dengan pertanyaan faktual. Pertanyaan yang memerlukan pendapat atau pertimbangan mengikuti. Biasanya, pertanyaan dimulai dengan kondisi saat ini dan berlanjut ke pertanyaan mengenai masa lalu atau masa depan.

o  Berhati-hati dengan pertanyaan sensitif. 

Terkadang pertanyaan bersifat sensitif, namun harus ditanyakan. Di sini, responden sebaiknya tidak dipaksa untuk memberikan jawaban ‘ya’ atau ‘tidak’. Contoh pertanyaan sensitif adalah tentang mengapa program gagal, atau konflik dalam organisasi. Sebagai ilustrasi: “Siapa yang bertanggung jawab atas kegagalan program ini?” Pertanyaan sensitif ini dapat ditanyakan dengan cara lain, seperti “Apa, menurut Anda, faktor yang menyebabkan kegagalan program ini?”. Sebaiknya, pertanyaan sensitif diajukan dalam bahasa tidak langsung dan dengan hatihati. 

o  Menjadi pendengar yang baik dan bertanya dengan teknik menggali. Pewawancara harus menjadi pendengar yang baik. Salah satu cara menggali yang baik adalah dengan bersikap responsif atas apa yang dikatakan oleh responden. Pewawancara juga harus mendorong pihak yang diwawancarauntuk menguraikan pengetahuan dan pendapatnya. Sebagai contoh, jika ia berkomentar “Tujuan organisasi perlu diubah”, kita dapat menggalinya dengan menanyakan

“Perubahan seperti apa yang Anda usulkan?” oMemelihara sikap netral. Pewawancara harus menjadi pendengar yang simpatik dan menghindari memberikan kesan bahwa ini memiliki pandangan yang tajam mengenai subjek yang didiskusikan. Dapat terjadi atmosfer konflik jika pewawancara dianggap oleh pihak yang diwawancara berada di sisi yang berseberangan. Netralitas sangat penting karena beberapa orang yang mencoba untuk bersikap santun, akan mengatakan apa yang mereka pikir ingin didengar oleh pewawancara.

o  Mengendalikan diskusi secara terampil. Untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan tujuan wawancara, pewawancara harus mengarahkan dan memelihara waktu diskusi. Pihak yang diwawancaratidak mendiskusikan hal-hal yang tidak relevan, yang dapat mengacaukan topik diskusi.

o  Transisi yang jelas antar topik bahasan. Perlunya ‘penghubung’ untuk menandai transisi antar topik. Sebagai contoh, “Kita telah mendiskusikan hal-hal penting mengenai perencanaan SDM.

Sekarang kita beralih ke hal-hal strategis yang terkait dengan kesejahteraan SDM.” oUsahakan kita mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan dalam suatu wawancara. Sebisa mungkin hindari perlunya wawancara lanjutan, terutama jika pihak yang diwawancara sepertinya tidak bersedia untuk melakukan wawancara kedua.

 

       Mendokumentasikan Wawancara

Salah satu tantangan dalam wawancara adalah menangkap jawaban dari pihak yang diwawancara sambil memperhatikan respon mereka saat wawancara berlangsung. Salah satu caranya adalah dengan mengajak kolega untuk membuat catatan. Pilihan lainnya adalah dengan menggunakan alat rekam. Jika menggunakan alat rekam kita perlu meminta persetujuan pihak yang diwawancara dan sampaikan ulang kesepakatan mengenai kerahasiaan. Dengan begitu, pihak yang diwawancara tidak merasa panik ketika mengetahui bahwa semua komentarnya direkam. Penggunaan alat perekam dapat membuat laporan wawancara lebih akurat dibandingkan hanya mencatatnya. Namun demikian, membuat catatan selama wawancara penting bagi pewawancara, meskipun telah menggunakan alat perekam, dengan alasan: (1) untuk mengecek bahwa semua pertanyaan telah terjawab; (2) jika terjadi masalah dengan alat perekam.

 

       Menyimpulkan dan Menutup oSebelum mengakhiri wawancara, kita dapat mengajukan pertanyaan yang memungkinkan pihak yang diwawancara mengungkapkan hal-hal yang tidak tercakup dalam wawancara, namun mereka menganggap hal tersebut penting. Misalnya dengan bertanya “Apakah ada hal lain yang ingin Bapak/Ibu diskusikan?”

o  Kesimpulan wawancara dapat diperoleh dengan merangkum dengan ringkas informasi utama yang diperoleh selama wawancara.

o  Jangan lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak yang diwawancara sebelum menutup wawancara.

o  Menyiapkan transkrip wawancara segera setelah wawancara. Transkrip perlu mengungkapkan nama dan posisi pihak yang diwawancara, nama pewawancara, lokasi wawancara, tanggal dan waktu wawancara. 

o  Jika diperlukan, kita dapat mengirimkan transkrip wawancara, selanjutnya meminta feedback dari pihak yang diwawancara dan pihak-pihak yang terkait dengan isi wawancara. Melalui transkrip ini, pihak yang diwawancaradapat melihat apa yang mereka katakan, dan seringkali, memberikan informasi tambahan atau mengklarifikasi hasil wawancara. 

 

 

 

 

 

 

 

Menganalisis hasil wawancara

Setelah melakukan berbagai wawancara, langkah selanjutnya adalah menganaiisis data dan informasi yang dikumpulkan tersebut. Biasanya, informasi hasil wawancara akan lebih dalam jika dikombinasikan dengan hasil pengumpulan data lainnya, seperti survei, focus group discussion, review dokumen, dan observasi.

 

Apa keunggulan dan keterbatasan wawancara?

Dibandingkan dengan teknik pengumpulan bukti lainnya, wawancara lebih fleksibel. Tidak hanya fakta, wawancara juga dapat menggali pemikiran, persepsi, dan perasaan seseorang. Wawancara terkadang juga menghasilkan respon spontan dan informasi yang tidak diprediksi, sensitif, atau rahasia.

 

Di tahap perencanaan atau survei pendahuluan, wawancara tentu saja dapat menghasilkan informasi yang banyak dan bervariasi. Namun, untuk mengumpulkan bukti di tahap pelaksanaan, auditor perlu berhati-hati karena wawancara bisa saja menghasilkan informasi yang tidak akurat. Hal ini bisa terjadi manakala daya ingat responden bermasalah, responden hanya menebak jawaban dari pertanyaan, responden salah paham dengan maksud pertanyaan, atau jawabannya sengaja menyesatkan. Dengan adanya kemungkinan tersebut, wawancara perlu dilakukan dengan cermat dan bukti dari wawancara perlu diperkuat dengan jenis bukti lainnya. Auditor juga perlu berhati-hati jika wawancara bertujuan untuk memperoleh informasi tentang kejadian masa lalu. Akan lebih baik jika wawancara didahului dengan review dokumen atau catatan, agar auditor memiliki bekal informasi yang akurat sehingga wawancara tidak membuang waktu. 

 

Hal lain yang perlu dicermati, wawancara terkadang menyimpang atau melantur ke hal-hal yang tidak relevan dengan topik wawancara. Yang juga sering menganggu ketika arah wawancara diambil alih oleh pihak yang diwawancara sehingga disadari atau tidak, pewawancara terbawa oleh responden. Bagaimana mensiasati hal ini? Jika memungkinkan, pewawancara harus mengembalikan arah wawancara sesuai dengan topiknya. Namun, jika gagal, diskusi yang tidak produktif dapat diakhiri dengan merangkum apa yang kita dengar, menkonfirmasinya pada pihak yang diwawancara, kemudian mengucapkan terima kasih kepada pihak yang diwawancaraatas kesediaan waktunya. 

 

 

 

 

 

Terkadang, bukti wawancara juga sulit dikonfirmasi kepada pihak yang diwawancara. Beberapa saran yang diberikan oleh OAG Canada adalah:

       Wawancara atas subjek yang kompleks akan lebih mudah jika dilakukan oleh dua pewawancara karena dapat membantu untuk bertanya atau merekam jawaban yang penting, jawaban atas pertanyaan yang signifikan, atau jawaban yang berpotensi kontroversi.

       Beragam cara dapat dilakukan untuk merekam dan mengonfirmasi data hasil wawancara. Untuk merekam, bisa dengan catatan, rekaman audio atau video. Konfirmasi dapat dilakukan dengan merangkum informasi penting di akhir wawancara atau konfirmasi setelah wawancara. Merangkum di akhir wawancara akan lebih mudah jika wawancara dilakukan oleh dua orang pewawancara, di mana salah satunya dapat fokus untuk mencatat informasi penting. Sementara, jika hanya catatan singkat yang dihasilkan selama wawancara maka catatan tersebut perlu segera dilengkapi setelahnya, kemudian disampaikan kepada pihak yang diwawancarai untuk konfirmasi.

 

6.Pemetaan Proses (Process Mapping)

Sebelum melaksanakan penugasan audit, auditor perlu pemahaman yang lengkap mengenai proses operasional kegiatan. Tanpa pemahaman ini, akan sulit bagi auditor untuk melakukan audit secara akurat.

 

Menurut Sawyer, auditor internal perlu memeriksa setiap elemen kegiatan ketika merencanakan penugasan. Walk-through pada area yang akan diaudit dapat menunjukkan arus dari barang/material dan dokumen, serta dapat meningkatkan pemahaman mengenai proses operasi dan poin-poin pengendalian yang ada. Walk-through dapat dilakukan terhadap proses atau transaksi, dan dapat didokumentasikan ke dalam bentuk peta atas proses (process map) atau berupa narasi (penjelasan). Peta proses dapat berbentuk gambar atau tabel yang menunjukkan langkah-langkah terkait proses tersebut. Biasanya peta proses ini berupa bagan alur atau flowchart.

 

Bagan Alur (Flowchart)

Flowchart merupakan bagan yang menggambarkan proses dari suatu kegiatan yang aktual atau ideal. Flowchart menunjukkan urutan langkah dalam proses, menggambarkan hubungan antar elemen, dan mengidentifikasi apa yang dilakukan/harus dilakukan dalam proses tersebut. Salah satu cara efektif untuk menyusun flowchart adalah mengumpulkan secara bersamaan semua pemangku kepentingan (stakeholder) atas proses, untuk mengidentifikasi langkah atau proses yang dilakukan. Tersedia pula beberapasoftware flowchart, mulai dari Microsoft Word atau Excel (yang menyediakan simbol flowchart standar) sampai dengan beragam program grafis khusus terkait aplikasi bagan alur, seperti Microsoft Vision, SmartDraw, dsb.

 

Flowchart memiliki beberapa kegunaan, antara lain untuk mengembangkan, memperbaiki, dan mengaudit proses.Ketika menyusun flowchart, partisipan dapat menemukan poin kelemahan pengendalian, seperti kurangnya supervisi, pemberian tanggung jawab kepada level organisasi yang tidak tepat, kegagalan untuk memisahkan fungsi dalam rangka menghindari konflik kepentingan, dll. Dapat terjadi, partisipan setuju bahwa flowchart memberikan gambaran yang akurat tentang realita yang ada, namun ketika dibandingkan dengan hasil pengamatan lapangan, auditor dapat menemukan fakta bahwa apa yang ditampilkan oleh flowchart tidak mencerminkan hal yang sebenarnya terjadi.

 

Membuat flowchart atas suatu proses membantu memberikan gambaran lengkap mengenai apa yang terjadi dalam proses, sejak awal sampai akhir, termasuk poin pengendalian yang ada. Selama fase perencanaan penugasan, auditor internal dapat me-review flowchart yang ada atau menyusun flowchart baru. Ketika me-review flowchart yang ada, auditor internal dapat membuat penilaian awalmengenai risiko dan kecukupan pengendalian. Auditor internal juga harus memverifikasi apakah flowchart tersebut mutakhir dan secara akurat menggambarkan proses yang ada. Seringkali proses berubah namun flowchart tidak dimutakhirkan.

 

Oleh karena flowchart secara luas digunakan oleh berbagai organisasi, alat ini memiliki simbol dan istilah standar untuk menjelaskan elemen dari proses, seperti operasi, dokumen, penyimpanan data, poin keputusan, dsb. Beberapa simbol flowchart yang sering digunakan dalam pekerjaan audit internal ditunjukkan oleh Gambar 1

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 1 Simbol Flowchart Standar

`

 

Contoh flowchart ditampilkan pada Gambar 2

Gambar 2. Contoh Flowchart Proses Manufaktur

 

Dalam menyusun flowchart, auditor harus berhati-hati agar dapat mendokumentasikan secara akurat proses yang aktual, dan menghindari kerumitan yang tidak diperlukan.

 

 

 

 

 

Metode Lainnya

Tidak semua organisasi atau auditor internal menggunakan flowchart untuk mendokumentasikan proses atau kegiatan. Jenis organisasi dan sifat operasi biasanya mempengaruhi metode yang digunakan. Narasi dan blok diagram kadang digunakan sebagai pengganti atau untuk melengkapi flowchart. 

 

Narasi merupakan dokumentasi yang digunakan untuk menjelaskan proses atau kegiatan sederhana. Dibandingkan dengan flowchart, narasi dapat memberikan informasi yang lebih rinci tentang langkah-langkah dalam suatu proses, sehingga sering digunakan untuk melengkapi flowchart. Narasi bersifat fleksibel, namun tidak ada standarisasi bagaimana menyusun narasi. Dalam beberapa hal, narasi dapat memberikan informasi yang bermanfaat. Namun di sisi lain, tidak adanya standarisasi dapat meningkatkan kemungkinan hilangya isu atau informasi penting, misalnya terkait kelemahan pengendalian.

 

Diagram Blok

Diagram blok adalah gambar mengenai proses atau aktivitas, biasanya terdiri dari serangkaian kotak dan garis penghubung untuk menunjukkan keterkaitan dan arah/urutan. Diagram blok dapat disusun dengan cepat dan mudah, serta digunakan untuk menunjukkan arus informasi dan pengaturan organisasi. Diagram blok kadang digunakan sebagai pengganti flowchart karena lebih sederhana. Gambar 3 menunjukkan contoh diagram blok proses evaluasi uraian tugas.

 

Diagram blok digunakan untuk menyajikan analisis yang bersifat umum/tingkat tinggi, di mana informasi semacam ini diperlukan dalam perencanaan. Namun, diagram blok tidak cocok untuk melakukan analisis yang rinci. 

 

7.Hasil dari Kegiatan Persiapan

Informasi yang dikumpulkan selama persiapan untuk pelaksanaan penugasan dapat membantu auditor internal untuk melaksanakan penugasan lebih baik dan efektif.

Hal-hal penting yang umumnya dirangkum dari aktivitas-aktivitas dipersiapan ini meliputi:

a.    Isu penugasan yang signifikan dan alasan untuk melanjutkan penugasan audit secara lebih mendalam.

b.    Tujuan dan prosedur penugasan audit.

c.     Metodologi yang akan digunakan, termasuk teknik sampling.

d.    Poin pengendalian penting, kelemahan pengendalian, dan/atau pengendalian yang berlebihan.

e.    Jika diperlukan, alasan untuk tidak melanjutkan penugasan atau untuk memodifikasi tujuan penugasan secara signifikan. 

 

Biasanya ikhtisar dari aktivitas persiapan untuk pelaksanaan penugasan terdiri dari satu atau dua halaman, yang merangkum informasi mengenai kegiatan yang di-review, pekerjaan yang dilakukan, pendapat awal mengenai risiko dan pengendalian, serta usulan untuk mengalokasikan staf dalam penugasan. Sementara itu, dokumentasi tambahan yang dikumpulkan dapat disajikan dalam lampiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar